ANAK MISKIN JUGA HARUS SEKOLAH

ANAK MISKIN JUGA HARUS SEKOLAH

Banyak orang tua, terutama yang miskin, terlihat sedih dan tidak tau harus mengadu kemana dalam ketidak mampuan menghadapi setiap Tahun ajaran baru pendidikan.

Orang miskin resah dan gelisah memikirkan dari mana uang untuk membeli seragam sekolah dan keperluan lainnya disamping harus membayar sejumlah dana pembangunan untuk sekolah tertentu. Apabila ada anak mereka yang akan kuliah, mereka pusing memikirkan SPP, sewa rumah, dan keperluan lainnya untuk mendukung pendidikan anak mereka.

Dapat saja pejabat pemerintah dan para politisi mengatakan di Indonesia sekolah gratis sehingga menjadi angin surga buat yang mendengar. Sayangnya, pada saat awal Tahun ajaran orang tua miskin harus menghadapi kenyataan bahwa sekolah gratis jauh dari kenyataan.

Tidak ada yang membantah bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran karena hal itu telah dijamin oleh undang-undang. Sayangnya, Negara tidak pernah melihat dan menanyakan bagaimana seorang warga yang miskin untuk menyekolahkan anak mereka. Pelaksanaan wajib belajar 9 Tahun merupakan suatu yang, menggembirakan, tetapi adakah jaminan bahwa setiap anak dapat menyelesaikan pendidikan sampai tamat SMP/MTs atau sederajat tanpa membayar? Tunggu dulu.

Beruntung kita di Aceh punya banyak dayah yang dengan ikhlas menampung anak-anak dari keluarga miskin untuk belajar dan menambah ilmu agama dengan biaya seadanya. Namaun tidak semua orang memanfaatkan lembaga ini karena berbagai alasan sehingga membiarkan anak mereka tumbuh dan berkembang dengan pendidikan sangat minim atau tidak sama sekali sehingga dapat diprediksi kondisi masa depan mereka tidak jauh bergeser dari keadaan orang tua mereka sekarang..

Dalam kontek Aceh., UU PA No. 11 Tahun 2006 dan perkuat kembali dalam undang-undang pendidikan Aceh No 5 Tahun 2007 sangat berani menjamin setiap anak dapat bersekolah sampai SMA ( Wajib belajar 12). Sayangnya isu jabaran undang-undang tersebut tidak jelas sampai hari ini sehingga tidak ada mekanisme untuk membantu orang miskin yang terpinggirkan walau mereka punya cita-cita untuk mengubah nasip melalui pendidikan anak mereka. Artinya putra putri Aceh yang punya potensial tetapi lahir jauh dari kota dan berasal dari keluarga tak punya harus mengubur mimpi-mimpi mereka yang memaksa.

Tidak ada yang membantah kalau Aceh punya banyak uang dan tidak perlu dipolimikkan bahwa dana pendidikan Aceh sangat besar, tatapi adakah mekanisme yang menjamin bahwa yang miskin merasakan keberadaan uang tersebut ? Uang (Beasiswa)untuk hak anak yatim saja, tidak mampu disalurkan tepat waktu (Serambi Indonesia selasa 6 Juli 2010) sedangkan orang tua sangat membutuhkannya diawal Tahun ajaran pendidikan. Jangan pernah dibayangkan apalah arti uang 50 ribu, bagi sebagian kita mungkin ya. Tetapi bagi orang miskin mencari 10 ribu saja harus mengugut kardus, sampah untuk dijual.

Mengangkat martabat yang miskin tidak melulu melalui sektor ekonomi dengan cara meningkatkan taraf pendapatan mereka, .memberi kesempatan anak miskin untuk bersekolah sampai kejenjang tertentu juga merupakan salah satu untuk memutuskan rantai kemiskinan. jika tidak, uang Aceh yang melimpah sepertinya dinikmati oleh kalangan tertentu saja, terutama yang berpendidikan, tinggal di kota dan punya akses kepemerintahan di Provinsi dan Kabupaten/ kota, sebaliknya, orang desa, miskin dan tak berdaya tetap bergelut seperti biasa tanpa mengetahui apa itu dana otonomi khusus dan dana bagi hasil migas.

Membantu pendidikan anak miskin tidak begitu susah sejauh ada keinginan dan niat baik dari pemegang kekuasaan. Pemerintah pusat melalui dana BOS telah membuat program untuk membantu anak miskin dan dianggap” Berhasil” oleh sebagian orang dan tidak mencapai sasaran kata sebagian lainnya.

Seharusnya pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota juga mempunyai mekanisme untuk membantu anak miskin supaya siap masuk sekolah dan tetap bertahan kalau sudah berada disekolah dan bangku kuliah.

Pemberian beasiswa telah dilakukan oleh pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten / kota untuk siswa dan mahasiswa yang berprestasi walau dalam jumlah yang sangat terbatas, sayangnya anak miskin yang tak berprestasi sering luput dari perhatian akibatanya. Kecendrungan untuk putus sekolah dikalangan mereka cukup tinggi. untuk itu, mekanisme pemberian beasiswa harus diatur secara benar dan transparan dengan peraturan gebernur (Pergub) sehingga anak miskin bisa menamatkan sekolah paling kurang untuk tingkat menengah atas, bahkan lebih baik kalu sampai menamatkan akademi atau universitas. Sudah saatnya pemerintah Aceh dan kabupaten /kota menghentikan retorika pembangunan yang pro miskin jika perhatian pada anak miskin terabaikan sangat naïf kalau ada yayasan dibantu miliaran rupiah, tetapi kondisi anak miskin berjalan ditempat dari tahun ketahun. Mekanisme membantu anak miskin tidak ruwet kalau ditangani oleh orang propesionaldan itu sudah sangat sering dilakukan orang. Yang sangat penting dilakukan adalah keinginan tulus untuk memperhatikan mereka yang kemudian dituangkan dalam bentuk program nyata, bukan retorika dan tidak untuk kepentingan politik.

Bersyukur ada kebupaten/kota yang sudah memulai memperhatikan ini, tetapi sudah memulai dengan jumlah dana yang sangat terbatas. Sayangnya bantuan seperti ini bukan naik, malah turun dari tahun ketahun.

Agar bantuan tepat sasaran maka cara membantu dapat didiskusikan dapat saja dalam bentuk melengkapi dana BOS dengan sasaran anak miskin dapat juga dalam bentuk beasiswa yang dikelola secara transparan dan tepat sasaran jika hal itu tidak mendapat perhatian, pertanyaannya? siapa yang salah? dan kemudian siapa yang bersalah? telah menguburkan masa depan anak anak-anak miskin di negeri Iskandar Muda ini.

Akhirnya sungguh kita menjadi orang yang tidak amanah yang hanya memikirkan diri, keluarga dan kroni-kroni dekat dengan mengabaikan hak-hak orang lain yang mestinya dibawah tanggungjawab kita. Banyak orang bersyukur dan bergembira karena anak mereka telah wisuda. Sebaliknya banyak keluarga miskin harus menangis dan tidak tau harus melapor

Kemana untuk mendapatkan pakaian seragam dan buku sekolah saat saat-saat tahun ajaran baru seperti ini. Tidakkah itu memprihatinkan kita semua?


By Hamdi S.HI

Share this article :
 
Support : Hamdi Afkar
Copyright © 2014. HAMDI ACEH - All Rights Reserved

Log In Blogger