Posted November 26, 2008 by sampukbuku in Opini. 1 Comment
Permasalahan yang muncul pasca tsunami
Sebuah film dokumenter berdurasi 32 menit yang menceritakan masalah-masalah yang muncul dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh. Film ini diproduksi oleh Transparency International (TI) Indonesia yang disponsori oleh DFID, bekerjasama dengan Yayasan SET pada April 2007. Secara umum, film ini dibagi dalam tiga segmen yang memiliki latar belakang masalah yang berbeda. Segmen pertama bercerita tentang seorang warga desa korban tsunami yang belum mendapatkan rumah bantuan, sehingga selama dua tahun dia bersama keluarganya yang miskin hidup di rumah sementara. Nama warga desa Matang Tengoh, kabupaten Bireuen ini pernah masuk dalam daftar calon penerima rumah bantuan BRR Aceh Nias, tapi entah kenapa namanya menghilang begitu saja. Segmen kedua, bertutur tentang nasib seorang nelayan di Meulaboh, Aceh Barat yang sempat digulung ombak saat melaut dengan menggunakan boat bantuan Departemen Sosial RI. Rendahnya kualitas perahu bantuan ini dianggap sebagai penyebab hancurnya perahu saat dia melaut hingga terdampar ke negara tetangga, Thailand. Ia mengadukan masalah ini ke Gerak Aceh Barat, dan lembaga ini mencoba melakukan mediasi untuk mencari solusi.
Masalah ketiga, bercerita tentang proses pembangunan sekolah bantuan Save The Children yang terbengkalai di Desa Cot Lheu Rheng, Tringgadeng, Pidie. Atas masalah ini, kepala desa dan anggota dewan sekolah bersama Kepala Dinas Pendidikan Pidie mencoba mengadu ke kantor lembaga asing di Banda Aceh. Hingga kini pembangunan sekolah masih diupayakan kelanjutannya, dan para siswa masih mengikuti proses belajar mengajar di tenda darurat.
Cerita bertambah menarik karena setiap peralihan segmen dihantarkan oleh Udin Pelor dengan petuah-petuahnya yang menggelitik, diiringi dengan alat musik tradisional Aceh, rebana yang dimainkannya. Tak ketinggalan sejumlah narasumber memberikan komentar atas masalah rehab rekons Aceh pasca tsunami, seperti Gubernur Aceh Irwandy Yusuf, Kepala BRR Aceh Nias Kuntoro Mangkusubroto, para pejabat BRR lainnya dan aktivis LSM antikorupsi.
